Skip to main content
Jas Almamater vs Jaket Gunung

Jas Almamater vs Jaket Gunung

·213 words
Coretan
Jundi
Author
Jundi
Write Stories Share Inspiration

Pekan kemarin adalah pekan UTS di kampus, saya masih merenungi kenapa mahasiswa/i kampus hampir tidak pernah menggunakan jaket setiap pergi ke kampus.

Pemandangan ini terlihat ketika diadakan UTS ataupun UAS, karena biasanya ada anjuran untuk menggunakan celana/rok hitam dan atasan putih dipermanis dengan jas almamater kuning, eitss kampus saya bukan UI ya..

Saya yakin mereka mengendarai motornya dengan kecepatan tidak kurang dari 80 km/jam, karena saat saya melirik ke jarum speedometer Revo fit kesayangan saya menunjukkan di angka 80 km/jam dan ada saja yang menyalip.

Wushhh…

“Wow kuat banget tuh badannya,”

Di pagi hari jalur yang dilewati biasanya sedikit berkabut.

Membuat cuaca pagi semakin dingin menusuk hingga ke tulang, alih alih menggunakan jaket tebal justru hanya jas almamater. Kuat nian.

Setelan saya bisa dibilang sudah cocok untuk mendaki gunung.

Mengenakan jaket plus syal yang dililitkan di leher, kadangkala tas saya gendong di depan agar angin tidak langsung menerpa badan.

Lah ini… cuma pake kemeja plus jas almamater kuning yang cuman 2 kancing, ngga mungkin sampai menutupi bagian leher yang memang peruntukannya bukan untuk melindungi dari terpaan angin.

Ketika sampai di halaman parkiran kadang rasa kurang percaya diri muncul.

“Ini kok kuning semua..😅

Terlebih saat ada yang parkir sebelahan dengan motor saya, lirikannya seperti berkata,

“A kalau mau ndaki gunung masih jauh pos pendakiannya”.